Jumat, 22 Maret 2013

Manusia Setengah dewa



            Ada dua hari dalam hidup ini. Pertama yaitu ‘hari itu’ dan yang kedua yaitu ‘hari ini’. ‘Hari itu’ adalah hari dimana Yesus Kristus datang untuk menghakimi umat manusia. Di ‘Hari itu’ semua akan dibukakan. Semua yang najis ataupun semua yang tidak berkenan kepada Allah. Kita hidup bukan untuk ‘numpang’ tapi pada suatu hari kita akan dihakimi. Oleh karena itu, dalam menjalani hidup ini ingatlah ada ‘hari itu’. Pada ‘hari itu’ kita tidak bisa ‘nebeng’ pada orang tua kita ataupun orang yang kita kenal. Tetapi kita bertanggung jawab atas hidup kita masing-masing.
            ‘Hari ini’ adalah kesempatkan kita untuk memperbaiki semua tindakan kita sebelum datangnya ‘Hari itu’. Dalam Yesaya, kesalehan manusia diibaratkan seperti ‘kain kotor’ (kain bekas menstruasi wanita). Jadi jangan ada orang yang membanggakan diri dengan kebaikan dan kesalehan mereka. ‘Hari ini’ kita diajar untuk terus menyenangkan hati Tuhan. Jangan cepat puas dengan setiap kebaikan kita dan teruslah berbuat baik untuk sekitarmu.
            Dalam Roma 12 : 18. Kita diajarkan untuk menjadi manusia setengah dewa. Dalam cerita-cerita yang ada. Dewa digambarkan dalam dua hal. Pertama, dewa digambarkan botak, gendut, pendek dan seolah-olah sulit dijangkau. Kedua, dewa digambarkan berambut panjang dan dekil. Tetapi dari semua cerita tentang dewa, setiap dewa pasti memiliki kelebihan/sesuatu yang diunggulkan. Begitu juga halnya dengan hidup kita, dalam Roma 12 : 18, kita dituntut untuk menjadi manusia setengah dewa. Ada 3 hal yang perlu kita perhatikan dalam ayat ini;

1.      Sedapat-dapatnya teruslah hidup damai.
Walau sering kita jengkel dengan lingkungan kita ataupun kita jengkel dengan orang lain, teruslah kita hidup damai. Marilah kita belajar untuk terus hidup damai dengan sekitar kita. Bagian kita adalah berbuat damai dan janganlah kita melakukan pembalasan karena Firman Tuhan berkata “berilah kesempatan untuk murka Allah”. Penghakiman adalah milik Allah.

2.      Jangan sampai saat ada percek-cokan, kita ditemukan menjadi biang keroknya.
Janganlah pernah terjadi kitalah penyebab suatu percek-cokan, Janganlah kita permalukan nama Tuhan dengan sikap kita yang salah. Seperti yang kita ketahui bagian kita adalah pendamainya. Dalam Matius 5 : 9 dikatakan “berbahagialah orang yang membawa damai, karena mereka akan disebut anak-anak Allah”. Percek-cokan biasanya timbul dari iri hati. Olah karena itu, janganlah iri hati dengan kesuksesan orang disekitarmu.

3.      Lakukanlah segalah upaya untuk menjadi pendamai.
Manusia di dunia ini ada 3 jenis. Pertama, kalau dia ada atau tidak ada, tidak ada pengaruhnya. Kedua, kalau dia ada kita berharap tidak ada. Ketiga, Kalau dia tidak ada kita akan mencarinya. Contoh ketiga inilah orang pembawa damai. Orang pembawa damai harus sebisa mungkin menutup celah yang ada. Setiap persoalan atau masalah pasti dua pihak yang menyumbang kesalahan. Tidak ada masalah yang murni ditimbulkan oleh satu pihak saja. Tetapi bagian kita adalah menjadi orang-orang pembawa damai. Carl Max pernah mengemukakan pendapat yang mengatakan bahwa agama adalah candu. Saat ada masalah semua orang pasti ke gereja untuk mendapatkan jawaban. Tetapi buat setiap kita, tunjukanlah apa yang kita dapat di gereja adalah jamahan Tuhan. Gereja bukan tempat pelarian kita saat kita ada masalah tapi digereja kita akan menemukan lawatan dan jamahan Tuhan.



Ringkasan Khotbah
Minggu, 15 April 2012
Pdt. Yohanes Parapat
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar